Jumat, 13 Januari 2012

kreatip RI Batik Solo sanagt berkembang pesat di cina,terdongkraknya kreatip indonesia d cina

Perkembangan Batik Solo di negara cina sangat mendongkrak kreatif di Indonesia

        Munculnya industri kreatif merupakan sebuah respon terhadap begitu ketatnya persaingan ekonomi global saat ini, baik para pelaku usaha maupun pemerintah. Industri kreatif merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut2. Industri kreatif dipilah menjadi 14 jenis subsektor, yakni penerbitan dan percetakan, periklanan, TV dan Radio, film-video-fotografi, musik, seni pertunjukan, kerajinan, pasar barang seni, desain, fesyen, arsitektur, riset dan pengembangan, permainan interaktif, serta teknologi informasi dan jasa perangkat lunak.
Jika kita melihat pengkategorian tersebut, industri kreatif sebenarnya bukan barang baru di tanah air. Melainkan lebih pada pendefinisian dan pengumpulan beberapa subsektor jenis usaha agar dapat menciptakan nilai tambah yang lebih (added value). Sehingga dapat menjadi senjata tambahan dalam meningkatkan daya saing bagi tumbuhnya perekonomian di tanah air. Berdasarkan data Kementrian Perdagangan, menunjukkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap pembangunan Indonesia 2002-2008 mencapai rata-rata Rp 39,8 triliun atau sebesar 7,9% dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Dan sebenarnya setiap daerah memiliki jenis industri kreatif masing-masing yang dapat diandalkan.
Perkembangan industri-industri kreatif warisan budaya di Kota Solo tumbuh membentuk pemusatan geografis yang ditandai dengan banyaknya sentra industri kerajinan, salah satunya yaitu industri batik yang merupakan produk-produk unggulan Kota Solo. Bahkan, batik merupakan komoditas ekspor nomor satu di Kota Solo. Nilai ekspor batik Solo rata-rata per bulan mencapai setengah juta dollar Amerika Serikat, atau setara lima miliar rupiah.
Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surakarta, realisasi ekspor batik Soloraya dari tahun 2007 hingga 2009 terus bergerak naik. Tahun 2007, volume ekspor batik 212.107,86 kilogram dengan nilai US$ 3.625.929,98. Tahun 2008 naik menjadi 231.308,15 kilogram dengan nilai US$ 4.083.086,07. Posisi ini naik lagi di tahun 2009 menjadi 300.534,25 kilogram dengan nilai US$ 5.487.233,99.
Peluang pasar luar negeri khususnya ke Negara China untuk komoditas batik juga terbuka lebar. Apalagi sejak berlakunya Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang membuka pasar dengan penduduk yang besar. Ditambah kebijakan Pemerintah China yang membuat mata uang Yuan lebih fleksibel -yang dapat dipastikan membuat harga-harga produk China akan naik- sejak 19 Juni 2010 dapat meningkatkan daya saing batik.
Walaupun dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ekpor batik terus mengalami kenaikan tetapi pelaku ekspor batik sangat terbatas. Pelaku ekspor batik hanya ada enam eksportir, seperti PT Aneka Sandang Interbuana, PT Batik Danar Hadi, CV Haryan Handycraft, CV Laraztex, CV Mutiara Kasih dan CV Pria Tampan.
Program Industri kreatif yang sedang digalakkan berbagai Kementerian -Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan Kementerian Tenaga Kerja- merupakan langkah akselerasi penyelesaian permasalahan dalam industri batik Solo.
Didalam batik Solo hal yang sangat penting, yang pertama adalah kreasi dan inovasi. Dibutuhkan keberanian untuk melakukan suatu kreativitas dan inovasi di era persaingan ekonomi global. Dan sesungguhnya hal itu merupakan sebuah kebutuhan. Karena selama ini masih banyak produsen batik yang masih belum berani melakukan gebrakan inovasi. Upaya ini dapat melibatkan para akademisi dan peneliti. Kita tahu, daya kreatif yang dimiliki kaum muda sudah tidak diragukan lagi. Kiranya kita merespon hal ini dalam rangka pemberdayaan SDM.
Permasalahan selanjutnya adalah sebagian besar perajin batik termasuk dalam kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini dibutuhkan peran Pemerintah dalam meningkatkan gairah para perajin untuk membangun dan mempertahankan produksi. Baik dalam bentuk stimulus dana segar maupun fasilitas. Seperti yang kita ketahui, batik saat ini telah menjadi trend di semua kalangan, namun Pemerintah berperan dalam memberikan ruang publikasi produk yang dapat diakses oleh masyarakat pedesaan.
Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil satu sama lain. Dari segi pemasaran batik Indonesia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia. Hal ini dibutuhkan peran pemerintah sebagai fasilitator negara dan para akademisi mau turun dari menara gading dalam membantu penelitian industri-industri di Indonesia dalam hal teknologi. Sudah saatnya penelitian yang dilakukan bisa lebih membumi sehingga dapat juga dinikmati oleh industri-industri kecil dan menengah.
Dan terakhir, terkait masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasinya. Namun, hal ini memang dibutuhkan peran seluruh komponen, baik para pengusaha, pemerintah, akademisi, peneliti serta masyarakat luas untuk benar-benar berkontribusi dalam program indonesia kreatif yang akan mengantarkan kesuksesan perekonomian Indonesia. Setiap pihak hendaknya berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan bidang dan kemampuan yang dimilikinya masing-masing.